Zakat & sedekah

blog_giving

Di agama saya, Islam, ada istilah ‘zakat’ dan ‘sedekah’. Namanya berbeda karena fungsinya pun berbeda. Zakat adalah sejumlah harta yang wajib dikeluarkan sedangkan sedekah tidak wajib. Sayangnya, hal tersebut menjadi kabur maknanya kian hari. Seseorang yang berzakat dikatakan ‘dermawan’, padahal Islam mengajarkan bahwa di setiap uang yang kita miliki, terselip hak milik orang-orang yang tidak mampu, yaitu sebanyak 2,5%. Sehingga bukan masalah dermawan atau tidak, melainkan masalah menunaikan kewajiban atau tidak.

Mengingat Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam, seharusnya zakat ini menjadi salah satu sumber yang dapat menolong masyarakatnya dari kemiskinan. Bayangkan saja, 1 orang muslim setiap akhir bulan mendapatkan gaji, dan jika 1 bulanya ia mendapat Rp.2.000.000, maka zakat yang ia keluarkan adalah Rp.50.000/bulan. Itu sudah dapat membayar SPP 1 anak/bulannya. Belum lagi orang lain yang memiliki gaji yang lebih besar. Satu orang membantu 1 anak untuk sekolah, niscaya tidak ada anak yang tidak sekolah. Itu teorinya.

Di sisi lain, seluruh rakyat Indonesia, baik memiliki agama maupun tidak, wajib untuk membayar pajak. Makan di Hoka-Hoka Bento yang katanya HANYA Rp.10.000 sekian, ternyata saya harus merogoh kocek Rp.12.000, karena pajak. Bahkan saat saya minum di kedai kopi pinggir jalan pun, tetap ada pajak. Akhir bulan harus membayar pajak penghasilan. Rasanya, hidup ini dipenuhi dengan pajak. Tetapi apa hasilnya? Korupsi yang mengerogoti seperti tikus, membuat uang hasil pajak untuk rakyat hanya sekecil remah keju. Berbeda dengan di USA, misalnya, pajak diawasi dengan sedemikian ketat. Jika seorang psikolog tidak dapat membuktikan keefektifan program untuk kliennya, maka bisa saja program tersebut dicabut. Karena apa? Karena uang untuk membayar program tersebut didapat melalui pajak yang dibayarkan oleh rakyat. ‘Dari rakyat untuk rakyat’.

Logikanya, dari pajak ditambah dengan zakat, masyarakat Indonesia tidak ada yang dibawah garis kemiskinan. Berlebih malah seharusnya. Lalu yang sekarang terjadi?

Tinggalkan komentar